BUMI PURBAKALA DAN ASAL MULA KEHIDUPAN

Rabu, 13 Juni 2012
BUMI PURBAKALA DAN ASAL MULA KEHIDUPAN

A.    BUMI PURBAKALA
Pembentukan Benua dan Samudera
1.    Benua
Bumi sebagai benda alam pada pada mulanya merupakan benda yang berpijar yang kemudian mendingin. Pada proses ini terbentuklah kerak yang keras yang disebut kulit atau kerak bumi (lithosfer). Pada awalnya lapisan ini sangat labil. Dalam proses pendinginan yang terus berlangsung itu, bumi juga bergerak mengadakan rotasi sehingga kulit yang baru terbentuk itu retak-retak dan bergeser saling menjauh karena seolah-olah kulit yang sudah keras itu mengapung pada bagian bumi sebelah dalamnya yang diperkirakan masih lumer.
Salah satu teori yang mengemukakan tentang terbentuknya benua-benua yang ada di bumi adalah Teori Wegener. Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli geografi berkebangsaan Jerman yaitu Wegener pada tahun 1915. Teori Wegener ini disebut juga dengan hipotesis Continental Drift (perkisaran benua). Menurut teori ini, bumi pada 250 juta tahun yang lalu hanya terdiri dari satu benua yang sangat besar, kemudian retak dan bergeser saling menjauhi satu sama lainnya. Akibat pergeseran itu terbentuklah benua-benua Amerika, Asia, Eropa, Afrika, Australia dan  benua Antartika (Hendro dan Yeni, 2004:2.40).
Teori di atas didukung oleh fakta sebagai berikut:
a)    Sepanjang Timur Amerika Selatan ternyata mempunyai bentuk dan lekukan yang kira-kira sama dengan lekukan pada Benua Afrika sebelah Barat.
b)   Lekukan bagian Selatan Benua Australia cocok dengan tonjolan Benua Antartika.
c)    Lekukan Semenanjung India dan Pulau Madagaskar cocok dengan teluk yang terbentuk antara Afrika dengan Antartika.
Kecocokan-kecocokan di atas tidak hanya dari segi geografik, tetapi juga cocok dari segi geologi, yaitu dari jenis dan umur batuan-batuannya yang kira-kira sama.
Peristiwa pergeseran itu berlangsung dalam jutaan tahun. Secara kronologis dapat dirinci sebagai berikut:
a)    Pada 225 juta tahun yang lalu, masih merupakan satu benua yang besar Super Continental yang disebut Pangea.
b)   Pada 200 juta tahun yang lalu Super Contonental pecah menjadi tiga bagian yakni Benua Eropa-Asia, Afrika –Amerika, dan Benua Antartika-Australia.
c)    135 juta tahun yang lalu Afrika dan Amerika mulai memisah di sela-selanya terdapat Samudera Atlantik.
d)   Kemudian, 65 juta tahun yang lalu Australia dan Antartika memisahkan diri dan terjadilah Lautan Indonesia. Pergeseran masih berlangsung sampai saat sekarang.
Harry Hens (dalam Hendro dan Yeni, 2004:2.41) memberikan pendapat tentang pergerakan benua-benua bahwa benua buan hanyut ke sana kemari seperti es terapung, tetapi tertanam kuat pada basalt dasar samudera. Dasar samudera yang baru didesak terus-menerus ke atas dari astenosfer yang panas pada pematang samudera. Pematang samudera merupakan bibir yang terbentuk pada dua sisi celah dalam bumi, tempat bahan panas selubung bumi tertekan ke atas.
Bahan ini kemudian mendingin dan mengeras dalam lithosfer dan menempatkan diri ke tepi lempengan lithosfer pada kedua sisi retakan (kerak samudera). Bahan tersebut bergerak ke bawah darai pematang tengah samudera bersama lempengan melintasi dasar laut dengankecepatan 1,5 sampai 7,5 cm pertahun sebagai perluasan dasar laut. Bagian yang ditumpangi menekuk ke bawah dan tenggelam dalam astenosfer, dipanaskan lagi kemudian pecah lagi, meleleh dan terserap masuk kembali ke bagian dalam bumi. Pergeseran dan retaknya lithosfer kemudian runtuh, menyebabkan terjadinya gempa tektonis. Perluasan dasar laut menyebabkan jarak antara benua bertambah lebar.
Beradasarkan batuan beku yang dirasakan sangat keras, seakan-akan bumi ini merupakan satu kesatuan, namun sebenarnya terdiri dari lempengan tipis dan kaku seperti cangkang telur yang retak-retak.
Di bumi ini ada 6 lempengan utama, yaitu:
a)    Lempengan Amerika, terdiri dari Amerika Utara dan Selatan serat separuh dasar bagian Barat Samudera Atlantik.
b)   Lempeng Afrika, terdiri dari Afrika dan sebagian samudera di sekitarnya.
c)    Lempeng Eurasia, terdiri dari Asia, Eropa dan dasar laut sekitarnya.
d)   Lempeng India, meliputi anak benua itu dan dasar samudera sekitanya.
e)    Lempeng Australia, terdiri dari Australia dan samudera sekitanya.
f)    Lempeng Pasifik, yang mendasari Samudera Pasifik.
Selain lempengan utama di atas, ada pula beberapa jenis lempengan lainnya, yaitu seperti Lempeng Nazca, Lempeng Antarktika serta sejumlah lempeng-lempeng regional lainnya, seperti Lempeng Laut Filipina, Lempeng Cocos, Lempeng Arab, Lempeng Persia, Lempeng Cina, dll.
Lempengan-lempengan tersebut setiap saat mengalami gerakan horizontal yang antara lain menimbulkan pemisahan benua seperti yang dikemukakan oleh Wegener. Akibatnya, Benua Amerika makin jauh dari Benua Afrika, sedangkan Benua Australia karena desakan pematang tengah samudera di sebelah Selatannya mengakibatkan benua itu makin mendekat ke Indonesia.
Di samping gerakan horizontal, terjadi pula gerakan vertikal, yaitu desakan lava yang keluar dari lempengan di Samudera Indonesia yang menyebabkan anak benua India makin terdesak ke Utara. Tapi karena daratan Asia cukup kuat, untu bertahan, maka terjadilah kerutan bumi berupa Pegunugan Himalaya yang tinggi.
Demikian pula akibat pematang tengah di Laut Tengah yang mendesak Eropa ke Utara, maka terjadilah Pegunungan Alpen sebagai kerutan bumi (Plate Tektonic Theory). Secara alami lempengan mengalami perusakan dan pembangunan kembali (putus dan berasambung) yang gerakan lempengnya menjadi gempa tektonik. Prose perusakan dan pembangunan kembali wujudnya adalah patahnya daratan akibat desakana di dasar laut, sehingga di daratan terjadi retakan. Di sepanjang retakan ini muncul pegunungan yang di beberapa tempat lahir gunung berapi seperti pegunungan Rocky Mountain di pantai Barat Amerika. Indonesia merupakan salah satu daerah yang sering diguncang gempa karena letaknya tepat pada pertemuan dua deretan pegunungan lipatan muda Circum Pasific dan Mediterania. Juga merupakan pertemuan tiga lempeng lithosfer, yaitu lempengan India sebelah Barat, lempengan Australia sebelah Barat dan Selatan, dan lempengan Samudera Pasifik sebelah Timur, sehingga daratan Indonesia termasuk tidak tenang.
Penyebab terjadinya pegerakan lempeng yaitu:
a)    Adanya arus konveksi dalam tubuh bumi, yakni: arus konveksi dari batas inti dan mantel yang muncul ke permukaan bumi (thermal plume) dan melalui litosfer dan mantle kembali ke batas inti – mantel.
b)   Adanya panas pada batas inti–mantel yang muncul ke permukaan bumi sebagai hotspot.
Fakta ilmiah di atas sebelumnya telah diterangkan oleh Allah SWT. Dalam sebuah ayat, kita diberitahu bahwa gunung-gunung tidaklah diam sebagaimana yang tampak, akan tetapi mereka terus-menerus bergerak.
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah "continental drift" atau "gerakan mengapung dari benua" untuk gerakan ini (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13).
Menurut penemuan, gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi.
Dalam tulisan ilmiah, struktur gunung digambarkan sebagai berikut: “pada bagian benua yang lebih tebal, seperti pada jajaran pegunungan, kerak bumi akan terbenam lebih dalam ke dalam lapisan magma” (General Science, Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 305)
Dengan kata lain, gunung-gunung menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi dengan memanjang ke atas dan ke bawah permukaan bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan ini. Dengan cara ini, mereka memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari terombang-ambing di atas lapisan magma atau di antara lempengan-lempengannya. Singkatnya, kita dapat menyamakan gunung dengan paku yang menjadikan lembaran-lembaran kayu tetap menyatu.
Fungsi pemancangan dari gunung dijelaskan dalam tulisan ilmiah dengan istilah "isostasi". Isostasi bermakna sebagai berikut: “Isostasi: kesetimbangan dalam kerak bumi yang terjaga oleh aliran materi bebatuan di bawah permukaan akibat tekanan gravitasi” (Webster's New Twentieth Century Dictionary, 2. edition "Isostasy", New York, s. 975).
2.    Samudera
Berdasarkan teori Wegener, pergeseran bagian bumi bersifat vertical (geoinklinal) maupun horizontal yang masih berlangsung terus-menerus hingga saat ini. Salah satu akibat dari peristiwa ini adalah terbentunya Pegunungan Himalaya dan terbentuknya Samudera Hindia (Indonesia) yang dalam.
Samudera Pasifik atau Lautan Teduh terbentuk karena massa bumi pada saat masih berupa cairan terlepas dari permukaan bumi. Hal itu terjadi mungkin dipengaruhi oleh rotasi bumi yang menimbulkan gaya sentripetal (gaya menjauhi pusat) dan gaya tarik benda angkasa yang lain (Teori Tidal). Teori terlepasnya bagian dari massa bumi ini lalu membentuk bulan, didukung oleh kenyataan bahwa membesarnya lekukan Pasifik di permukaan bumi ini, bila dihitung kira-kira sama dengan jumlah massa dari bulan. Jenis batuan di bulan pun ternyata serupa dengan batuan Silisium Magnesium (Sima) yang terdapat di dasar Samudera Pasifik.
Teori lain mengatakan bahwa bumi yang semula berupa awan panas, mencair dan bertemperatur tinggi, kemudian berangsur-angsur mendingin membentuk bumi purba yang berupa daratan dan terjadilah benua. Pada saat bumi mendingin, banyak unsur yang berupa gas terutama H2 dan CH4. H2 terlepas dalam bentuk gas, keluar berbentuk lapisan awan tebal melapisi bumi purba, demikian selanjutnya terjadi penguraian karena terkena sinar matahari langsung, sehingga terjadilah lapisan udara atau atmosfer yang sekarang ini.
Bersamaan dengan terbentuknya atmosfer, terjadi pula proses pendinginan udara dan hujan yang sekaligus akan mempercepat pendinginan bumi. Siklus yang berlangsung bermilyaran-milyaran tahun akan membentuk kumpulan air di lekukan-lekukan permukaan bumi. Lautan purba yang pada mulanya diduga hanya 10% dari lautan yang ada pada saat sekarang ini.
Kondensasi yang dialami bumi akibat dari siklus massa udara panas-dingin dan siklus hujan-penguapan menyebabkan jumlah air yang menutupnya makin luas, hingga sekarang ini kira-kira 75% atau 11.375 juta km3 air di permukaan bumi dan disebut lautan atau samudera. Gejala suhu bumi semakin meningkat pada akhir abad ke-20 sehingga menyebabkan mencairnya es di kutub dan salju di puncah-puncak pegunungan yang berakibat semakin meluasnya permukaan laut.
Semula manusia mengira bahwa dasar lautan rata seperti dataran di atas benua luas. Pengukuran dalamnya laut oleh manusia sebelum ditemukan kapal selam, hanya dengan batu yang diikat tali oleh juru batu, dan kemudian diukur dengan alat penduga gema dengan gelombang bunyi. Baru menjelang Perang Dunia II dengan alat-alat elektronik canggih, kapal selam dapat memetakan dasar laut. Dan setelah Perang Dunia II dan dengan semakin lengkapnya saran, maka semakin banyaknya manusia tertarik akan keadaan dasar laut yang memiliki pesona alam dan memberikan harapan terhadap kepentingan kehidupan manusia.
Terdapat gelombang besar, arus kuat, dan gelombang pasang di Laut Tengah dan Samudra Atlantik. Air Laut Tengah memasuki Samudra Atlantik melalui selat Jibraltar. Namun suhu, kadar garam, dan kerapatan air laut di kedua tempat ini tidak berubah karena adanya penghalang yang memisahkan keduanya.
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93).

B.     ASAL-USUL KEHIDUPAN
1.       Evolusi Kimiawi
Haldane dan Oparin pada tahun 1920-an membuat postulat bahwa kondisi bumi primitif mendukung terjadinya reaksi kimia untuk mensintesis senyawa organic dari senyawa anorganik yang terdapat pada lautan purbakala.
Kemudian pada tahun 1953 Stanley Miller dan H.Urey menguji hipotesis Oparin-Haldane dengan melakukan percobaan menggunakan labu air (sebagai laut primitif) dan atmosfer buatan yang terdiri dari H2O, H2, CH4, dan NH3 (gas-gas yang diyakini para peneliti 1950-an, banyak terdapat di atmosfer purba).


Kilatan listrik juga dibuat untuk meniru kilat pada masa purba. Memasang kondensor, sehingga uap menjadi embun Membuat hujan buatan, sehingga terjadi sirkulasi pada peralatan tersebut. Setelah satu minggu, Miller dan Urey menganalisis isi larutan, ternyata berisi bahan organik seperti beberapa asam amino sebagai bahan penyusun protein pada organisme. Hipotesis Oparin-Haldane terbukti.

2.      Evolusi Biologi
Merupakan proses evolusi dari supramolekul seperti membran sel, ribosom, kromatin, mikrotubulus men-jadi sel prokariotik (sel belum memiliki membran inti/nukleoplasma) kemudian berkembang menjadi sel eukariotik yang memiliki membran inti sel dan organel-organel. Berdasarkan cara mendapatkan makanannya, perjalanan evolusi makhluk hidup adalah heterotrof, autotrof-hederotrof.

3.      Teori-teori Asal Usul Kehidupan
a.       Teori Abiogenesis (Generatio spontanea)
Teori ini dikemukakan oleh Aristoteles, seorang ahli filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani kuno. Teori tersebut mengemukakan bahwa makhluk hidup pada mulanya berasal dari benda tak hidup.

b.      Teori Biogenesis
v  Fransesco Redi (1626-1697)
Melakukan percobaan dengan 3 botol yang masing-masing berisi daging. Perlakuan yang diberikan pada botol pertama, yaitu ditutup rapat, botol kedua ditutup dengan kain kasa, dan ketiga dibiarkan terbuka. Hasilnya: setelah beberapa hari kemudian, pada botol tertutup rapat tidak ditemukan belatung, botol yang ditutup kasa ditemukan beberapa belatung, dan botol yang dibiarkan terbuka membusuk dengan banyak belatung di dalamnya. Fenomena tersebut berlawanan dengan teori abiogenesis, karena belatung yang terdapat di dalam botol berpenutup kasa dan tak berpenutup berasal dari telur lalat yang hinggap di atasnya.

v  Lazaro Spalanzani (1729-1799)
Melakukan percobaan seperti Redi akan tetapi bahan yang digunakan bukan daging melainkan kaldu yang dimasukkan ke dalam botol. Perlakuan yang diberikan yaitu kaldu yang dipanaskan dengan botol berpenutup dan tidak. Pada kaldu yang dipanaskan dengan botol tak berpenutup, setelah beberapa hari kemudian diamati dengan mikroskop, tampak mikrobia di dalamnya berkembang pesat, sedangkan pada kaldu yang dipanaskan dalam botol tertutup tampak tidak mengandung mikrobia setelah didiamkan beberapa hari kemudian. Spallanzani menyimpulkan bahwa kehidupan hanya mungkin setelah ada kehidupan sebelumnya, jadi mikroorganisme tersebut telah ada dan tersebar di udara sehingga dapat mengkontaminasi dan tumbuh berkembang dalam air kaldu pada botol tak berpenutup.

v  Louis Pasteur (1822-1895)
Pasteur melakukan percobaan menyempurna-kan percobaan Spallanzani dengan merebus kaldu pada botol dengan penutup gabus rapat kemudian ditembus oleh pipa dengan bentuk leher angsa. Pipa berbentuk leher angsa tersebut bertujuan agar udara tetap masuk ke dalam botol, akan tetapi mikroorganisme pengkontaminan tertahan pada bagian leher botol, sehingga tidak mengkontaminasi kaldu. Setelah diamati beberapa hari, tampak tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di dalamnya (kaldu jernih). Setelah itu labu tersebut dimiringkan hingga air kaldu menyentuh bagian ujung pipa berbentuk leher angsa. Setelah didiamkan beberapa waktu, air kaldu menjadi keruh, busuk dan banyak mengandung mikroorganisme.
Berdasarkan percobaan-percobaan yang dilakukan Redi, Spallanzani, dan Pasteur maka teori abiogenesis tumbang dan muncullah teori biogenesis “Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo” (setiap makhluk hidup berasal dari telur, setiap telur berasal dari makhluk hidup).



0 komentar:

Posting Komentar