BUMI
PURBAKALA DAN ASAL MULA KEHIDUPAN
A. BUMI
PURBAKALA
Pembentukan
Benua dan Samudera
1. Benua
Bumi sebagai benda alam pada pada
mulanya merupakan benda yang berpijar yang kemudian mendingin. Pada proses ini
terbentuklah kerak yang keras yang disebut kulit atau kerak bumi (lithosfer).
Pada awalnya lapisan ini sangat labil. Dalam proses pendinginan yang terus
berlangsung itu, bumi juga bergerak mengadakan rotasi sehingga kulit yang baru
terbentuk itu retak-retak dan bergeser saling menjauh karena seolah-olah kulit
yang sudah keras itu mengapung pada bagian bumi sebelah dalamnya yang
diperkirakan masih lumer.
Salah satu teori yang mengemukakan
tentang terbentuknya benua-benua yang ada di bumi adalah Teori Wegener. Teori
ini dikemukakan oleh seorang ahli geografi berkebangsaan Jerman yaitu Wegener
pada tahun 1915. Teori Wegener ini disebut juga dengan hipotesis Continental
Drift (perkisaran benua). Menurut teori ini, bumi pada 250 juta tahun yang lalu
hanya terdiri dari satu benua yang sangat besar, kemudian retak dan bergeser saling
menjauhi satu sama lainnya. Akibat pergeseran itu terbentuklah benua-benua
Amerika, Asia, Eropa, Afrika, Australia dan
benua Antartika (Hendro dan Yeni, 2004:2.40).
Teori di atas didukung oleh fakta
sebagai berikut:
a) Sepanjang
Timur Amerika Selatan ternyata mempunyai bentuk dan lekukan yang kira-kira sama
dengan lekukan pada Benua Afrika sebelah Barat.
b) Lekukan
bagian Selatan Benua Australia cocok dengan tonjolan Benua Antartika.
c) Lekukan
Semenanjung India dan Pulau Madagaskar cocok dengan teluk yang terbentuk antara
Afrika dengan Antartika.
Kecocokan-kecocokan di atas tidak hanya
dari segi geografik, tetapi juga cocok dari segi geologi, yaitu dari jenis dan
umur batuan-batuannya yang kira-kira sama.
Peristiwa pergeseran itu berlangsung
dalam jutaan tahun. Secara kronologis dapat dirinci sebagai berikut:
a) Pada
225 juta tahun yang lalu, masih merupakan satu benua yang besar Super
Continental yang disebut Pangea.
b) Pada
200 juta tahun yang lalu Super Contonental pecah menjadi tiga bagian yakni
Benua Eropa-Asia, Afrika –Amerika, dan Benua Antartika-Australia.
c) 135
juta tahun yang lalu Afrika dan Amerika mulai memisah di sela-selanya terdapat
Samudera Atlantik.
d) Kemudian,
65 juta tahun yang lalu Australia dan Antartika memisahkan diri dan terjadilah
Lautan Indonesia. Pergeseran masih berlangsung sampai saat sekarang.
Harry Hens (dalam Hendro dan Yeni,
2004:2.41) memberikan pendapat tentang pergerakan benua-benua bahwa benua buan
hanyut ke sana kemari seperti es terapung, tetapi tertanam kuat pada basalt
dasar samudera. Dasar samudera yang baru didesak terus-menerus ke atas dari
astenosfer yang panas pada pematang samudera. Pematang samudera merupakan bibir
yang terbentuk pada dua sisi celah dalam bumi, tempat bahan panas selubung bumi
tertekan ke atas.
Bahan ini kemudian mendingin dan
mengeras dalam lithosfer dan menempatkan diri ke tepi lempengan lithosfer pada
kedua sisi retakan (kerak samudera). Bahan tersebut bergerak ke bawah darai
pematang tengah samudera bersama lempengan melintasi dasar laut dengankecepatan
1,5 sampai 7,5 cm pertahun sebagai perluasan dasar laut. Bagian yang ditumpangi
menekuk ke bawah dan tenggelam dalam astenosfer, dipanaskan lagi kemudian pecah
lagi, meleleh dan terserap masuk kembali ke bagian dalam bumi. Pergeseran dan
retaknya lithosfer kemudian runtuh, menyebabkan terjadinya gempa tektonis.
Perluasan dasar laut menyebabkan jarak antara benua bertambah lebar.
Beradasarkan batuan beku yang dirasakan
sangat keras, seakan-akan bumi ini merupakan satu kesatuan, namun sebenarnya
terdiri dari lempengan tipis dan kaku seperti cangkang telur yang retak-retak.
Di bumi ini ada 6 lempengan utama,
yaitu:
a) Lempengan
Amerika, terdiri dari Amerika Utara dan Selatan serat separuh dasar bagian
Barat Samudera Atlantik.
b) Lempeng
Afrika, terdiri dari Afrika dan sebagian samudera di sekitarnya.
c) Lempeng
Eurasia, terdiri dari Asia, Eropa dan dasar laut sekitarnya.
d) Lempeng
India, meliputi anak benua itu dan dasar samudera sekitanya.
e) Lempeng
Australia, terdiri dari Australia dan samudera sekitanya.
f) Lempeng
Pasifik, yang mendasari Samudera Pasifik.
Selain lempengan utama di atas, ada pula
beberapa jenis lempengan lainnya, yaitu seperti Lempeng Nazca, Lempeng
Antarktika serta sejumlah lempeng-lempeng regional lainnya, seperti Lempeng
Laut Filipina, Lempeng Cocos, Lempeng Arab, Lempeng Persia, Lempeng Cina, dll.
Lempengan-lempengan tersebut setiap saat
mengalami gerakan horizontal yang antara lain menimbulkan pemisahan benua
seperti yang dikemukakan oleh Wegener. Akibatnya, Benua Amerika makin jauh dari
Benua Afrika, sedangkan Benua Australia karena desakan pematang tengah samudera
di sebelah Selatannya mengakibatkan benua itu makin mendekat ke Indonesia.
Di samping gerakan horizontal, terjadi
pula gerakan vertikal, yaitu desakan lava yang keluar dari lempengan di Samudera
Indonesia yang menyebabkan anak benua India makin terdesak ke Utara. Tapi
karena daratan Asia cukup kuat, untu bertahan, maka terjadilah kerutan bumi
berupa Pegunugan Himalaya yang tinggi.
Demikian pula akibat pematang tengah di
Laut Tengah yang mendesak Eropa ke Utara, maka terjadilah Pegunungan Alpen
sebagai kerutan bumi (Plate Tektonic Theory). Secara alami lempengan mengalami
perusakan dan pembangunan kembali (putus dan berasambung) yang gerakan
lempengnya menjadi gempa tektonik. Prose perusakan dan pembangunan kembali
wujudnya adalah patahnya daratan akibat desakana di dasar laut, sehingga di
daratan terjadi retakan. Di sepanjang retakan ini muncul pegunungan yang di
beberapa tempat lahir gunung berapi seperti pegunungan Rocky Mountain di pantai
Barat Amerika. Indonesia merupakan salah satu daerah yang sering diguncang
gempa karena letaknya tepat pada pertemuan dua deretan pegunungan lipatan muda
Circum Pasific dan Mediterania. Juga merupakan pertemuan tiga lempeng
lithosfer, yaitu lempengan India sebelah Barat, lempengan Australia sebelah
Barat dan Selatan, dan lempengan Samudera Pasifik sebelah Timur, sehingga
daratan Indonesia termasuk tidak tenang.
Penyebab terjadinya pegerakan lempeng
yaitu:
a)
Adanya arus konveksi dalam tubuh bumi,
yakni: arus konveksi dari batas inti dan mantel yang muncul ke permukaan bumi
(thermal plume) dan melalui litosfer dan mantle kembali ke batas inti – mantel.
b)
Adanya panas pada batas inti–mantel yang
muncul ke permukaan bumi sebagai hotspot.
Fakta
ilmiah di atas sebelumnya telah diterangkan oleh Allah SWT. Dalam sebuah ayat,
kita diberitahu bahwa gunung-gunung tidaklah diam sebagaimana yang tampak, akan
tetapi mereka terus-menerus bergerak.
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan
oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung
di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama
kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener
mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal
bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah
ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Ada hal sangat penting yang perlu
dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan
gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. Kini, Ilmuwan modern juga
menggunakan istilah "continental drift" atau "gerakan mengapung
dari benua" untuk gerakan ini (National Geographic Society, Powers of
Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13).
Menurut penemuan, gunung-gunung muncul
sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang
membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan bertumbukan, lempengan yang lebih
kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat
dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah
permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung
mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya dengan
yang tampak di permukaan bumi.
Dalam tulisan ilmiah, struktur gunung
digambarkan sebagai berikut: “pada bagian benua yang lebih tebal, seperti pada
jajaran pegunungan, kerak bumi akan terbenam lebih dalam ke dalam lapisan
magma” (General Science, Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; Allyn
and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 305)
Dengan kata lain, gunung-gunung
menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi dengan memanjang ke atas dan ke
bawah permukaan bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan ini. Dengan
cara ini, mereka memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari terombang-ambing
di atas lapisan magma atau di antara lempengan-lempengannya. Singkatnya, kita
dapat menyamakan gunung dengan paku yang menjadikan lembaran-lembaran kayu
tetap menyatu.
Fungsi pemancangan dari gunung
dijelaskan dalam tulisan ilmiah dengan istilah "isostasi". Isostasi
bermakna sebagai berikut: “Isostasi: kesetimbangan dalam kerak bumi yang
terjaga oleh aliran materi bebatuan di bawah permukaan akibat tekanan gravitasi”
(Webster's New Twentieth Century Dictionary, 2. edition "Isostasy",
New York, s. 975).
2. Samudera
Berdasarkan teori Wegener, pergeseran
bagian bumi bersifat vertical (geoinklinal) maupun horizontal yang masih
berlangsung terus-menerus hingga saat ini. Salah satu akibat dari peristiwa ini
adalah terbentunya Pegunungan Himalaya dan terbentuknya Samudera Hindia
(Indonesia) yang dalam.
Samudera Pasifik atau Lautan Teduh
terbentuk karena massa bumi pada saat masih berupa cairan terlepas dari
permukaan bumi. Hal itu terjadi mungkin dipengaruhi oleh rotasi bumi yang
menimbulkan gaya sentripetal (gaya menjauhi pusat) dan gaya tarik benda angkasa
yang lain (Teori Tidal). Teori terlepasnya bagian dari massa bumi ini lalu
membentuk bulan, didukung oleh kenyataan bahwa membesarnya lekukan Pasifik di
permukaan bumi ini, bila dihitung kira-kira sama dengan jumlah massa dari
bulan. Jenis batuan di bulan pun ternyata serupa dengan batuan Silisium
Magnesium (Sima) yang terdapat di dasar Samudera Pasifik.
Teori lain mengatakan bahwa bumi yang
semula berupa awan panas, mencair dan bertemperatur tinggi, kemudian
berangsur-angsur mendingin membentuk bumi purba yang berupa daratan dan
terjadilah benua. Pada saat bumi mendingin, banyak unsur yang berupa gas
terutama H2 dan CH4. H2 terlepas dalam bentuk
gas, keluar berbentuk lapisan awan tebal melapisi bumi purba, demikian
selanjutnya terjadi penguraian karena terkena sinar matahari langsung, sehingga
terjadilah lapisan udara atau atmosfer yang sekarang ini.
Bersamaan dengan terbentuknya atmosfer,
terjadi pula proses pendinginan udara dan hujan yang sekaligus akan mempercepat
pendinginan bumi. Siklus yang berlangsung bermilyaran-milyaran tahun akan
membentuk kumpulan air di lekukan-lekukan permukaan bumi. Lautan purba yang
pada mulanya diduga hanya 10% dari lautan yang ada pada saat sekarang ini.
Kondensasi yang dialami bumi akibat dari
siklus massa udara panas-dingin dan siklus hujan-penguapan menyebabkan jumlah
air yang menutupnya makin luas, hingga sekarang ini kira-kira 75% atau 11.375
juta km3 air di permukaan bumi dan disebut lautan atau samudera.
Gejala suhu bumi semakin meningkat pada akhir abad ke-20 sehingga menyebabkan
mencairnya es di kutub dan salju di puncah-puncak pegunungan yang berakibat
semakin meluasnya permukaan laut.
Semula manusia mengira bahwa dasar
lautan rata seperti dataran di atas benua luas. Pengukuran dalamnya laut oleh
manusia sebelum ditemukan kapal selam, hanya dengan batu yang diikat tali oleh
juru batu, dan kemudian diukur dengan alat penduga gema dengan gelombang bunyi.
Baru menjelang Perang Dunia II dengan alat-alat elektronik canggih, kapal selam
dapat memetakan dasar laut. Dan setelah Perang Dunia II dan dengan semakin
lengkapnya saran, maka semakin banyaknya manusia tertarik akan keadaan dasar
laut yang memiliki pesona alam dan memberikan harapan terhadap kepentingan
kehidupan manusia.
Terdapat gelombang besar, arus kuat, dan
gelombang pasang di Laut Tengah dan Samudra Atlantik. Air Laut Tengah memasuki
Samudra Atlantik melalui selat Jibraltar. Namun suhu, kadar garam, dan
kerapatan air laut di kedua tempat ini tidak berubah karena adanya penghalang
yang memisahkan keduanya.
Sifat lautan yang saling bertemu, akan
tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli
kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan
permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu.
Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari
bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka
(Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario,
Addison-Wesley Publishing, s. 92-93).
B. ASAL-USUL
KEHIDUPAN
1. Evolusi Kimiawi
Haldane
dan Oparin pada tahun 1920-an membuat postulat bahwa kondisi bumi primitif
mendukung terjadinya reaksi kimia untuk mensintesis senyawa organic dari
senyawa anorganik yang terdapat pada lautan purbakala.
Kemudian
pada tahun 1953 Stanley Miller dan H.Urey menguji hipotesis Oparin-Haldane
dengan melakukan percobaan menggunakan labu air (sebagai laut primitif) dan
atmosfer buatan yang terdiri dari H2O, H2, CH4, dan NH3 (gas-gas yang diyakini
para peneliti 1950-an, banyak terdapat di atmosfer purba).
Kilatan
listrik juga dibuat untuk meniru kilat pada masa purba. Memasang kondensor,
sehingga uap menjadi embun Membuat hujan buatan, sehingga terjadi sirkulasi
pada peralatan tersebut. Setelah satu minggu, Miller dan Urey menganalisis isi
larutan, ternyata berisi bahan organik seperti beberapa asam amino sebagai
bahan penyusun protein pada organisme. Hipotesis Oparin-Haldane terbukti.
2. Evolusi
Biologi
Merupakan
proses evolusi dari supramolekul seperti membran sel, ribosom, kromatin,
mikrotubulus men-jadi sel prokariotik (sel belum memiliki membran
inti/nukleoplasma) kemudian berkembang menjadi sel eukariotik yang memiliki
membran inti sel dan organel-organel. Berdasarkan cara mendapatkan makanannya,
perjalanan evolusi makhluk hidup adalah heterotrof, autotrof-hederotrof.
3. Teori-teori
Asal Usul Kehidupan
a. Teori Abiogenesis (Generatio
spontanea)
Teori ini dikemukakan oleh Aristoteles, seorang ahli
filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani kuno. Teori tersebut mengemukakan bahwa
makhluk hidup pada mulanya berasal dari benda tak hidup.
b. Teori Biogenesis
v Fransesco Redi (1626-1697)
Melakukan percobaan dengan 3 botol yang masing-masing berisi
daging. Perlakuan yang diberikan pada botol pertama, yaitu ditutup rapat, botol
kedua ditutup dengan kain kasa, dan ketiga dibiarkan terbuka. Hasilnya: setelah
beberapa hari kemudian, pada botol tertutup rapat tidak ditemukan belatung,
botol yang ditutup kasa ditemukan beberapa belatung, dan botol yang dibiarkan
terbuka membusuk dengan banyak belatung di dalamnya. Fenomena tersebut
berlawanan dengan teori abiogenesis, karena belatung yang terdapat di dalam
botol berpenutup kasa dan tak berpenutup berasal dari telur lalat yang hinggap
di atasnya.
v Lazaro Spalanzani (1729-1799)
Melakukan percobaan seperti Redi akan tetapi bahan yang
digunakan bukan daging melainkan kaldu yang dimasukkan ke dalam botol.
Perlakuan yang diberikan yaitu kaldu yang dipanaskan dengan botol berpenutup
dan tidak. Pada kaldu yang dipanaskan dengan botol tak berpenutup, setelah
beberapa hari kemudian diamati dengan mikroskop, tampak mikrobia di dalamnya
berkembang pesat, sedangkan pada kaldu yang dipanaskan dalam botol tertutup
tampak tidak mengandung mikrobia setelah didiamkan beberapa hari kemudian.
Spallanzani menyimpulkan bahwa kehidupan hanya mungkin setelah ada kehidupan
sebelumnya, jadi mikroorganisme tersebut telah ada dan tersebar di udara
sehingga dapat mengkontaminasi dan tumbuh berkembang dalam air kaldu pada botol
tak berpenutup.
v Louis Pasteur (1822-1895)
Pasteur melakukan percobaan menyempurna-kan percobaan
Spallanzani dengan merebus kaldu pada botol dengan penutup gabus rapat kemudian
ditembus oleh pipa dengan bentuk leher angsa. Pipa berbentuk leher angsa
tersebut bertujuan agar udara tetap masuk ke dalam botol, akan tetapi
mikroorganisme pengkontaminan tertahan pada bagian leher botol, sehingga tidak
mengkontaminasi kaldu. Setelah diamati beberapa hari, tampak tidak terjadi
pertumbuhan mikroorganisme di dalamnya (kaldu jernih). Setelah itu labu
tersebut dimiringkan hingga air kaldu menyentuh bagian ujung pipa berbentuk
leher angsa. Setelah didiamkan beberapa waktu, air kaldu menjadi keruh, busuk
dan banyak mengandung mikroorganisme.
Berdasarkan percobaan-percobaan yang
dilakukan Redi, Spallanzani, dan Pasteur maka teori abiogenesis tumbang dan
muncullah teori biogenesis “Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo” (setiap
makhluk hidup berasal dari telur, setiap telur berasal dari makhluk hidup).
0 komentar:
Posting Komentar